Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani telah menghimbau ekonomi global berisiko resesi pada tahun 2023 dan mengingatkan kepada semua pihak agar tetap terus waspada. Industri manufaktur sebagai kontributor paling besar PDB nasional harus mulai merencanakan strategi untuk potensi pertumbuhan ekonomi yang lambat. Terutama sektor yang rentan terhadap resesi, seperti furnitur, tekstil dan alas kaki, serta produk kayu karena andalan ekspor Indonesia dengan pasar utama seperti Amerika Serikat dan Amerika Latin.
Menurut survei dari National Association of Manufacturers, 59% pemimpin industri manufaktur mengatakan tekanan resesi menjadi lebih mungkin terjadi di tahun depan. Kemungkinan resesi ini bisa dikatakan disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku, tingginya inflasi, kenaikan suku bunga dan pembengkakan harga properti (housing bubble). Bahkan negara seperti Amerika Serikat dan Eropa sedang berjuang menghadapi inflasi tertinggi mereka dalam beberapa tahun.
Bagaimana industri manufaktur mempersiapkan pertahanan menghadapi resesi?
Dalam krisis, industri manufaktur sering kali pulih lebih cepat dibandingkan dengan industri lainnya. Terbukti pada saat pandemi, meski sempat mengalami minus di angka -2,52% pada tahun 2020 namun industri manufaktur membuktikan pulih lebih cepat dengan memberikan kontribusi terhadap PBD nasional di kuartal kedua 2021, yaitu sebesar 17,34%. Walaupun industri manufaktur dapat pulih lebih cepat, tetapi kondisi ini tidak boleh diremehkan karena dampak resesi bervariasi panjangnya, tingkat keparahannya, dan konsekuensinya.
Pada saat resesi, kemungkinan daya beli masyarakat menurun menyebabkan turunnya nya pendapatan perusahaan sehingga mengancam kelancaran arus kas perusahaan. Apa yang harus dilakukan manufaktur untuk mempersiapkannya? Berikut adalah beberapa cara untuk industri manufaktur membangun perlindungan selama resesi.
Analisis Biaya dan Menentukan Aset yang Dilindungi
Beberapa manufaktur akan bereaksi spontan jika resesi melanda. Alih-alih mengambil pendekatan reaktif, mereka harus mengambil pendekatan proaktif dan melihat biaya dan aset mereka sebelumnya. Perusahaan harus dengan cermat menentukan aset apa saja yang perlu dilindungi dan biaya mana yang perlu dikurangi untuk menjalankan bisnis. Umumnya resesi membawa penjualan yang lebih rendah, oleh karena itu diperlukan nya manajemen keuangan yang cekatan.
Mengelola likuditas dan neraca
Perusahaan harus mulai memperhatikan likuditas dan neraca sebelum ekonomi memasuki jurang resesi. Menyadari arus kas lebih dari sekedar memikirkan untung dan rugi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan arus kas dan mengidentifikasi investasi mana yang akan menawarkan return tinggi. Setiap investasi harus diselaraskan dengan visi strategis perusahaan dan hasil yang diinginkan agar mampu mendorong atau menarik kembali tergantung pada situasi ekonomi.
Investasi pada Teknologi
Perusahaan mulai aware penggunaan teknologi pada saat awal pandemi melanda. Teknologi digital dapat membuat bisnis Anda lebih transparan, lebih fleksibel dan lebih efisien. Dengan ada kemungkinan kondisi resesi muncul, bagi perusahaan yang belum mengadopsi teknologi digital dapat mempertimbangkan berinvestasi di hal ini. Alasan untuk memprioritaskan transformasi digital adalah peningkatan analitik membantu manajemen lebih memahami bisnis, bagaimana resesi memengaruhi, dan di mana ada potensi peningkatan operasional.
Beberapa tools yang dapat menunjang transformasi digital, seperti penggunaan Manufacturing Data Platform untuk mendapatkan insight data dengan mudah dari shop-floor, kualitas produk maupun kondisi mesin sehingga proses produksi lebih akurat, cepat, dan tepat waktu. Investasi pada teknologi juga dapat mempercepat pengembangan SDM melalui pelatihan digital dengan Virtual Reality dan Augmented Reality. Dengan berinvestasi di teknologi membuat perusahaan lebih cekatan, mampu menangani ketidakpastian dan perubahan yang cepat datang karena resesi.
Pertimbangan Merger & Akuisisi
Saat resesi, nilai perusahaan cenderung menurun, yang membuat strategi merger dan akuisisi terlihat menguntungkan untuk semua pihak yang terlibat.Industri manufaktur sebagai salah satu industri yang pulih lebih cepat saat krisis ekonomi dapat menggunakan strategi ini sebagai kesempatan untuk ekspansi bisnis. Tentu saja strategi ini perlu sesuai dengan visi perusahaan dan diperlukan analisa pasar.
Selain itu, merger dan akuisisi dapat menjadi konsolidasi modal bagi perusahaan yang terlibat untuk bertahan dari tekanan ekonomi seperti perlambatan ekonomi nasional dan global. Menurut Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, aksi merger dan akuisisi di Indonesia akan semakin marak di tahun 2023 mendatang sekalipun ada ketidakpastian di ekonomi.
Bagaimana pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia saat ini?
Tidak ada perusahaan yang mampu menghentikan resesi atau menghindar dari keadaan ekonomi yang buruk, tetapi mereka harus mempersiapkan diri dengan baik sebelumnya. Perusahaan harus optimis dapat menghadapi resesi ini karena mereka telah berhasil melalui kondisi ekonomi yang buruk saat awal pandemi.
S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia dengan Purchasing Manager Index (PMI) di bulan September 2022 mencapai 53.7. Bahkan PMI Indonesia pada bulan September 2022 tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara ASEAN di posisi 53,5. Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 tumbuh sebesar 5,44% (y-on-y). Data-data tersebut menunjukkan bahwa kinerja positif dari industri manufaktur menjadi bukti ketahanan ekonomi domestik. Sehingga pertumbuhan industri manufaktur menjadi harapan baru Indonesia di tengah banyaknya tantangan ekonomi global. Dengan harapan pasar domestik yang besar mampu menggerakan ekonomi sehingga Indonesia bisa berpotensi kecil alami resesi.
Comments