Global trade, perdagangan global saat ini sedang dilanda masalah serius. Adanya perang dagang antara Amerika dan China, ditambah lagi adanya pandemi COVID-19 mengajak kita untuk berpikir kembali. Bagaimana perdagangan global ini akan berlanjut?
Berbicara tentang perdagangan global tentu tidak bisa terlepas dari yang namanya rantai nilai global atau global value chain (GVC). Global value chain adalah aktivitas dari mulai pengadaan, produksi, hingga distribusi yang berada di berbagai negara yang berbeda. Misalnya dalam produksi sepatu, bahan baku pembuatan sepatu diperoleh dari Indonesia, kemudian bahan baku tersebut dikirim ke Vietnam atau China untuk diolah menjadi finished goods. Setelah sepatu tersebut jadi, kemudian didistribusikan ke berbagai negara di dunia.
"Global value chain merupakan berbagai tahap dari proses supply chain yang berlangsung di negara yang berbeda."
GVC, hingga saat ini sebagian besar masih berpusat di China. Bagaimana tidak? China memiliki keunggulan dari segi sumber daya yang murah yang tidak dimiliki negara lain. Keunggulan tersebut membuat banyak negara sangat bergantung pada ekspor-impor China. Namun ketika virus Corona mewabah di awal tahun, perdagangan dunia melemah. Negara-negara yang menggantungkan aktivitas ekspor-impor dengan China mendadak lumpuh. Proses distribusi seketika mengalami bottleneck karena lockdown skala nasional yang dilakukan pemerintah China.
Dari fenomena tersebut, banyak pemilik usaha yang mulai meninjau kembali strategi mereka. Global value chain masih akan tetap menjadi strategi bisnis, namun harus dilakukan konfigurasi ulang. Dari yang awalnya bergantung pada China harus mulai mencari opsi ke negara lain agar proses supply chain tidak terhambat dan mereka masih bisa mengantongi keunggulan komparatif. Nantinya, tidak menutup kemungkinan apabila value chain tidak lagi global, namun regional, dekat dengan pasar konsumen yang terbesar.
Kawasan ASEAN belakangan ini semakin dilirik untuk menjadi alternatif selain China. Berdasarkan prediksi, kawasan ASEAN akan menjadi pusat global value chain sepuluh tahun kedepan, yaitu di tahun 2030. Hal ini terlihat dari rencana relokasi industri dari sejumlah pabrik asal Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang ke negara-negara ASEAN. Bahkan beberapa perusahaan asal China juga memindahkan usahanya ke Asia Tenggara. Selama ini pun, kawasan ASEAN sudah menjadi pemain utama dalam GVC dengan 64% ekspornya terdistribusi pada jaringan GVC.
Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Siswo Pramono, sikap netral yang jadi prinsip utama ASEAN kemungkinan jadi salah satu pertimbangan para pelaku usaha memindahkan usahanya ke Asia Tenggara, khususnya jika dikaitkan dengan dampak perang dagang Amerika dan China. Selain itu, dilihat dari total nilai dagang antara Amerika dan Uni Eropa yang mencapai USD 1,1 triliun, jumlah tersebut masih lebih kecil jika dibandingkan dengan total nilai dagang antara Uni Eropa dan Asia yang mencapai USD 1,6 triliun, serta negara-negara Amerika Utara dengan Asia sejumlah USD 1,4 triliun.
Melihat besarnya potensi tersebut, sudah siapkah kita? Sudah siapkah ASEAN menghadapi ini? Dalam sepuluh tahun kedepan, teknologi sudah pasti akan jauh lebih berkembang dari apa yang kita miliki saat ini. Otomasi, digitalisasi, artificial intelligence menjadi jauh lebih advance. Bisa jadi upah buruh yang murah bukan lagi menjadi keunggulan komparatif sebuah negara. Melainkan bagaimana sebuah negara mampu mengadopsi teknologi baru dengan cepat. Seberapa melek teknologi masyarakat di negara tersebut.
"Pada akhirnya teknologi akan menentukan keunggulan komparatif sebuah negara dalam menjadi bagian dari value chain masa depan. Bukan semata-mata dari sumber daya yang mudah dan murah didapat."
Negara-negara ASEAN juga perlu membangun ekosistem bisnis yang sesuai yang dapat menarik minat investor. Mulai dari kebijakan yang transparan, peningkatan infrastruktur serta produktivitas perusahaan domestik, terutama dalam memenuhi standar internasional. Oleh karena itu perundingan antara negara-negara yang tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) harus secepatnya dituntaskan. Kita harus bisa mengambil kesempatan dari peluang besar untuk bisa mewujudkan ASEAN sebagai pusat GVC.
Referensi:
Paper, Global Value Chains in ASEAN: A Regional Perspective, ASEAN-Japan Centre
Comments