Sejak awal kemunculannya pada tahun 1943, IKEA telah mengadopsi model bisnis yang out of the box. Berawal dari bisnis kecil dengan sistem pemesanan menggunakan katalog dan surat, kini IKEA menjadi bisnis ritel furnitur dan home decor raksasa.
Misi untuk menghadirkan customer experience yang berbeda membuat IKEA harus konsisten melakukan beragam inovasi. Inovasi-inovasi IKEA tercermin langsung melalui aktivitas bisnis yang mereka jalankan. Melalui komitmen dan semangatnya untuk terus berinovasi, transformasi digital tentunya sudah dilirik IKEA untuk melakukan akselerasi dan menjadi lebih baik. Bukan sebuah hal yang mengejutkan apabila IKEA lebih awal dalam mengadopsi teknologi digital untuk mengimbangi gaya hidup konsumen yang terus berubah.
Di tahun 2017, jauh sebelum pandemi dan kompetisi-siapa-yang-paling-cepat bertransformasi digital, IKEA pertama kali mengenalkan aplikasi augmented reality (AR) miliknya. Melalui aplikasi AR ini, konsumen bisa memvisualisasikan barang yang mereka inginkan di rumah sebelum melakukan pembelian. Tapi sayangnya aplikasi ini hanya menyediakan visualisasi produk-produk IKEA. Konsumen yang ingin melakukan pembelian masih harus pergi ke store atau membeli lewat website IKEA.
Barulah dua tahun berikutnya, 2019, IKEA meluncurkan aplikasi dimana konsumen bisa langsung melakukan pembelian online setelah mencoba fitur AR. Barbara Martin Coppola, Chief Digital Officer (CDO) IKEA mengungkapkan bahwa mereka berusaha mengkombinasikan pengalaman berbelanja di toko dan juga online ke dalam satu aplikasi. Aplikasi terbaru IKEA memungkinkan penggunanya untuk memvisualisasikan bagaimana rumah mereka akan nampak saat mereka melengkapinya dengan produk IKEA. Konsumen bisa memasukkan keterangan dimensi ruangan mereka dan memilih berbagai produk yang sesuai dengan selera mereka. Setelah itu, mereka dapat memesan produk tersebut melalui aplikasi.
Perubahan perilaku konsumen saat ini bergeser ke transaksi online. Bahkan sebuah customer journey bermula dari internet. Apalagi saat pandemi memaksa masyarakat harus tinggal di rumah, pergeseran perilaku ke belanja online menjadi semakin masif.
Maka, untuk lebih memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus meningkat, Ingka Group (perusahaan holding yang mengelola 380 gerai IKEA di 30 negara) terus berinvestasi sebagai bagian dari transformasi digitalnya. Tahun ini, Ingka Group mengakuisisi perusahaan pengembang teknologi 3D dan artificial intelligence (AI). Teknologi 3D dan AI ini nantinya akan digunakan untuk menghidupkan keunikan IKEA secara digital. Memudahkan pelanggan untuk melengkapi rumah mereka secara virtual menggunakan representasi 3D fotorealistik dari furnitur yang mereka inginkan.
Opmerkingen