Sejak awal kuartal kedua 2020, kita telah menyaksikan, bahkan mengalami sendiri betapa cepatnya akselerasi ke transformasi digital. Adanya COVID-19 yang diikuti kebijakan PSBB seketika mengubah kebiasaan konsumen dan cara kerja di perusahaan. Konsumen yang beralih ke belanja online dan karyawan yang beralih ke work from home (WFH) membuat perusahaan harus sigap menyiapkan strategi untuk menghadapi digitalisasi.
Salah satu yang paling penting adalah mempersiapkan karyawan menghadapi cara kerja baru. Cepatnya transformasi digital menunjukkan peningkatan urgensi untuk melakukan reskilling, penguasaan keterampilan baru yang sesuai dengan perubahan kondisi. Mungkin bagi beberapa pemilik perusahaan, reskilling memiliki tekanan yang besar, susah dilakukan. Terlepas dari kekhawatiran tersebut, siapa tahu cara ini bisa menjadi blue print untuk keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang, bukan hanya untuk melewati pandemi.
Hal ini terbukti dari banyaknya perusahaan yang menyadari kebutuhan untuk melakukan reskilling karyawan mereka bahkan jauh sebelum pandemi terjadi. Dari laporan yang dipublikasikan oleh International Labour Organization (ILO) tahun 2019 menunjukkan bahwa skill yang ada saat ini tidak akan cocok dengan pekerjaan di masa depan, dan skill yang baru diperoleh bisa dengan cepat menjadi usang. Oleh sebab itu mereka merekomendasikan baik bagi pemerintah, pemberi kerja dan karyawan untuk lebih berinvestasi pada pendidikan dan pelatihan.
“Today’s skills will not match the jobs of tomorrow, and newly acquired skills may quickly become obsolete.”
Bahkan di tahun 2017, studi dari McKinsey sudah menyatakan hal serupa. Studi tersebut mengestimasi bahwa sebanyak 375 juta pekerja, atau 14% dari angkatan kerja global harus berganti pekerjaan atau memperoleh keterampilan baru pada tahun 2030.
Melihat kondisi dunia kerja saat ini, kita seharusnya sudah memperoleh gambaran bahwa rekomendasi ILO tahun lalu bukan hanya rekomendasi, studi McKinsey tahun 2017 juga tak sekedar prediksi kosong. Kita harus mulai melakukannya demi pemulihan kondisi dan ekonomi.
Pekerja-pekerja di berbagai industri harus mencari cara bagaimana mereka dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi yang cepat, dan perusahaan harus belajar bagaimana harus menyesuaikan karyawan mereka dengan peran dan aktivitas pekerjaan baru. Dinamika ini lebih dari sekadar WFH, otomatisasi maupun artificial intelligence. Ini tentang bagaimana para leader di perusahaan dapat melatih kembali dan meningkatkan kompetensi tenaga kerja mereka untuk menghadirkan model bisnis baru di era pasca-pandemi.
Untuk memenuhi tantangan ini, perusahaan harus menyusun strategi SDM yang mampu mengembangkan kemampuan kecerdasan digital dan kognitif karyawan, keterampilan sosial dan emosional, serta kemampuan beradaptasi dan agility mereka.
Sekarang adalah waktu yang tepat bagi perusahaan untuk melipatgandakan anggaran pembelajaran dan membangun komitmen untuk melakukan reskilling. Mengembangkan kapabilitas ini juga akan memperkuat dan mempersiapkan perusahaan untuk menghadapi tantangan yang akan di masa depan.
Comentarios