Procter & Gamble adalah salah satu perusahaan yang sedari awal mencanangkan penggunaan teknologi revolusi 4.0 dan telah menikmati keberhasilannya. Rakona, pabrik tertua kedua milik P&G yang terletak di Praha, menjadi pionir dan percontohan bagi pabrik-pabrik P&G lainnya yang berangkat dari masalah terjadi perubahaan penggunaan sabun cuci piring kering ke cair di pasar yang menyebabkan penurunan permintaan pada tahun 2010 hingga 2013. Hal ini memaksa P&G untuk memotong biaya yang besar untuk tetap bisa kompetitif selama tim R&D menciptakan produk baru demi memenuhi permintaan yang berubah. Teknologi menjadi pilihan P&G demi meraih tujuannya dalam penurunan biaya yang signifikan dan menjadikan Rakona menjadi pabrik percontohan.
Di antara banyaknya teknologi dan inovasi yang telah berhasil di implementasi oleh P&G, terdapat 3 teknologi yang memiliki dampak yang besar antara lain digital direction-setting, in-process quality control, dan end-to-end supply chain synchronization.
Digital direction-setting adalah sistem manajemen kinerja berbasis digital yang memungkinkan untuk menampilkan KPI secara real-time di lantai produksi sehingga operator dapat memahami hal-hal apa saja yang dapat meningkatkan produktivitas dan mencari akar masalah dari bottleneck. Digital direction-setting juga memungkinkan mengatur dan memonitor pekerjaan operator sehingga menghasilkan proses yang lebih teratur yang meningkatkan reliability dan OEE. Penggunaan teknologi seperti digital direction-setting dapat menyelesaikan masalah seperti pengumpulan data produksi yang berat dan memakan waktu dan juga pengambilan keputusan berdasarkan data yang tidak akurat.
In-process quality control menyelesaikan masalah pada proses sampling manual yang tidak bisa dikatakan 100% berkualitas di tiap batchnya sehingga masih ditemukan deviasi yang menyebabkan rework untuk seluruh batch yang terdeteksi. Ditambah lagi, teknologi ini pun juga dapat mengurangi delay waktu dalam meluncurkan produk yang terhubung dengan departemen lab. In-process quality control memungkinkan data secara real-time yang didapat dari sensor yang mengukur pH, warna, viskositas, level aktif, dll. Jika ditemukan adanya deviasi kualitas produksi, lini produksi akan berhenti secara otomatis untuk melakukan inspeksi lebih lanjut. Teknologi ini membantu P&G untuk memangkas biaya reworking hingga 50% dan membutuhkan waktu nol untuk meluncurkan produk baru sehingga throughput time tereduksi hingga 24 jam.
End-to-end supply chain synchronization dapat menyelesaikan beberapa masalah sekaligus antara lain jumlah scrap dari kelebihan produk di akhir proses supply chain, modal untuk inventory, terlalu lambat untuk mendistribusikan produk ke pasar, dan analisis supply chain manual yang memakan waktu dan susah. Dengan teknologi ini yang dipadu dengan pemodelan dan simulasi memungkinkan untuk mentransparansi proses supply chain sehingga terlihat segala kondisi yang terjadi dan mencari titik kelemahan menjadi lebih mudah demi meningkatkan kinerja. Teknologi milik P&G berhasil men-sinkronisasi seluruh supply chain P&G dengan memiliki kemampuan untuk melakukan investigasi mendetail pada tiap titik supply chain sehingga dapat meningkatkan optimisasi. End-to-end supply chain synchronization berhasil mengurangi biaya inventory hingga 35% dalam kurun waktu 3 tahun dan meningkatkan efisiensi pada invetory sebesar 7%.
Source:
Beacons of technology and innovation in manufacturing. 2019. World Economic Forum.
Comments